Gereja Kristen tidak pernah menyangkal perbedaan antara pria dan wanita. Bagi dunia modern, yang berusaha menghapus perbedaan-perbedaan ini, pendekatan ini sering menjadi alasan untuk tuduhan "diskriminasi gender." Salah satu masalah yang membara adalah keterbatasan yang terkait dengan hari-hari kritis wanita. Pertanyaan tentang pembatasan bagi perempuan di masa-masa kritis muncul pada abad-abad pertama keberadaan agama Kristen, para teolog menjawabnya dengan berbagai cara.
![Image Image](https://images.culturehatti.com/img/kultura-i-obshestvo/44/mozhno-li-prichashatsya-vo-vremya-kriticheskih-dnej.jpg)
Latar belakang
Pada awal sejarah gereja Kristen, di beberapa komunitas ada sudut pandang yang ekstrem. Diyakini bahwa seorang wanita selama masa-masa kritis tidak memiliki hak tidak hanya untuk mengambil bagian dalam persekutuan, tetapi juga untuk berdoa, menyentuh tulisan suci, dan bahkan mendengarkan bagaimana mereka membacanya, karena pada saat ini, Roh Kudus menjauh dari wanita itu, digantikan oleh roh jahat.
Pendekatan ini dikaitkan dengan tradisi Perjanjian Lama, di mana tempat yang bagus ditempati oleh gagasan kebersihan dan kenajisan. Semua yang dikaitkan dengan kematian, termasuk pendarahan, dianggap tidak bersih. Sikap perdarahan ini, termasuk menstruasi, ada dalam paganisme, tetapi dalam agama Perjanjian Lama itu memiliki makna khusus.
Kematian dalam Alkitab ditafsirkan sebagai konsekuensi dari kejatuhan manusia. Karena itu, setiap pengingat akan hal itu, termasuk pendarahan perempuan setiap bulan, adalah pengingat akan keberdosaan manusia, oleh karena itu hal itu membuat seseorang "najis", membuatnya menjauh dari kehidupan beragama. Pada zaman Perjanjian Lama, wanita Yahudi memang dilarang untuk mengambil bagian dalam doa selama hari-hari kritis, apalagi, tidak mungkin menyentuh seorang wanita pada waktu itu, mereka mengisolasinya.
Dalam agama Kristen, yang mendasari kemenangan Juruselamat atas keberdosaan dan kematian, pendekatan unik semacam itu tidak lagi bisa dilakukan. Diskusi mengenai hari-hari kritis wanita belum berhenti selama berabad-abad. Beberapa teolog, melihat dalam kenajisan tubuh gambar kenajisan spiritual, melarang wanita untuk menerima persekutuan hari ini (St Dionysius, St John Postnik, St Nicodemus Svyatorets), sementara yang lain menganggap pendarahan perempuan sebagai proses alami dan tidak melihat hambatan untuk persekutuan selama masa kritis. hari (St. Clement dari Roma, St. Gregorius yang Ganda).